oleh

Azhari: Solusi Alternatif Selamatkan Ekonomi dari Resesi Saat Pandemi

-BERITA-1,190 views

Tahun 2000-2002 saya menempuh studi pasca sarjana, magister adminstrasi publik (MAP ) UGM. Pada kurun waktu itu, sedang santer2nya diskusi tentang AFTA (Asian Free Trade Area) terilhami dari terbentuknya Uni Eropa,  maka bangsa2 Asean juga membahas kemungkinan pembebasan perdagangan diantara enam negara asean saat itu.

Dalam perkembangan diskusi saat itu, dikemukakan bahwa dgn AFTA maka tenaga kerja lintas ASEAN akan bebas melaksanakan pekerjaan sesuai keahlian dimasing – masing negara anggota. Saat itu direncanakan AFTA akan direalisasikan pada tahun 2002.

Dalam konteks tersebut, kami beberapa mahasiswa MAP UGM,  mengagas seminar Nasional yg kami beri tema “Networking Antar Daerah Otonom menyongsong AFTA 2002”. Hadir beberapa pemateri, dari para dosen kami di UGM, diantaranya pak Ichlasul Amal, Sofyan Efendi, Muhtar Mas’ud. Dari eksternal kami undang Pak SBY yg saat itu menjabat Menkopolhukam, makalanya dibawakan oleh HR. Rachmat Karyono, salah satu deputy di Kemenkopolhukam, perwakilan Fornas UKM pak Soyan Tan. Juga perwakilan pemda saat itu bupati Kutai pak Syaukani HR ketua Asosiasi pemkab se Indonesia. Naskah diskusi dalam seminar tersebut kami susun menjadi sebuah buku yg diterbitkan oleh rekan kami penggiat usaha kecil menengah dijogya pak Idham ibti.

Sy sebagai ketua panitia yg pada momen seminar tersebut, kami membetuk forum komunikasi mahasiswa dan alumni MAP UGM dengn pak Mahadi Sinambela sebagai ketua umum dan sy sebagai ketua harian. Saat ini forum tersebut telah berubah menjadi Kagama Unit MAP.

Satu pemikiran yg kami kemukakan saat itu adalah bahwa Indonesia sebagai Negara terbesar di Asean, jumlah penduduk terbesar kelima di dunia, memiliki luas wilayah lebih luas dari negara Asean lainnya. Saat ini memiliki 34 propivinsi dengan 514 Daerah kab/kota. Merupakan suatu potensi yang teramat besar secara ekonomi bila dikelola dengan baik khususnya dalam bidang perdagangan antar pulau. Satu propinsi kita yg merdeka seperti timor leste saat ini menjadi sebuah negara. Tidakkah akan sangat menguntungkan bila 34 provinsi ini melakukan perdagangan seolah perdagangan antar bangsa.

Hanya saja kita mesti mendesain dulu keunggulan masing2 daerah. Misalkan di sulawesi tenggara sebagai penghasil jagung, ubi, ketelah dan mete. Sulawesi selatan sebagai sentra beras, daerah jawa timur, jawa tengah dan jawa barat sebgai sentra beras untuk penyuplai daera perkotaan dan Jakarta serta sebagai industri garmen dan rumah tangga utk menyuplai seluruh provinsi lainya. Papua, kalimantan sebagi sentra produksi kayu hutan dan tanaman hutan.  Bali dan NTB sebagai daerah pariwisata utama. Madura dan NTTsebagai sentra garam maluku sentra cengke dan rempah-rempah.

Selain kehususan utama satu propinsi dibanding propinsi lainnya maka disetiap kabupaten juga dibuat kekhususan produk.  Misal suawesi tenggara, kabupaten konawe raya dan bombana dapat dikhususkan sebagai penghasil utama padi disultra yg akan menyuplai kab/kota lainya di Sultra bila terjadi kekurangan stok beras. Buton dan muna jadi sentra jagung dan ubi kayu,  mete serta sentra pengolahan hasil laut. Kolaka raya sebagai daerah sentra cengke, kakao. Wakatobi dan baubau sebagai sentra daerah kunjungan wisata utama di Sultra.

Kehususan itu yg mesti diasah dan diharapkan prodak yg dihasilkan harus bisa bersaing dengan produk negara lain baik dari segi harga dan kualitas.  Bahkan mesti lebih murah karena ketiadaan pajak impor dan biaya pengiriman yg lebih rendah.

Dengan demikian kita tdk usah mengejar ekspor,  cukup mensuplai saja kebutuhan dalam negeri sudah sgt menguntungkan bagi ekonomi bgsa kita.  Apalagi kalau kemudian bisa mengekspor.

Tetapi tentunya pemerintah mesti melindungi prodak dalam negeri tersebut dari serbuan barang impor. Pemerintah mesti membuat regulasi yg harus melarang promosi barang impor baik secara lagsung maupun tdk langsung melalui prodak seni  misalnya sinetron.  Kita mesti menggaungkan lagi ACI. Aku Cinta Indonesia.  Mencintai prodaknya dan hasil alamnya.

Kita mesti mengoptimalkan kembali stok laut dan kesuburan alam kita. Kita negara besar dari segi maritim kok ikan kaleng saja impor. Garam impor,  sayur dan buah buahan impor. Sy terkesima dengan pernyataan pak jokowi saat awal pencalonan presiden yg kesal dengan impor.  Apa apa di impor kesal beliau saat itu.

Permainan para pemburu renteh dari keuntungan impor ini lihai memainkan issu seolah prodak luar lebih berkualitas dan awalnya dimurahkan, karena prodak murah  sehingga barang produk dalam negeri menjadi kalah bersaing. Setelah produktifitas dalam negeri mati baru kemudian prodak impor di naikan harganya pelan2. Begitulah ulah pemburu renteh warga bangsa miskin nasionalisme tapi kaya materi rente. Saat ini kita lihat masyarakat kita sedikit yg masi mau bertani karena pertama stigma yg dibangun seolah bertani pekerjaan jadul yg tidak bisa bikin org sukses. Pekerjaan tdk keren bagi anak muda. Setelah itu harga dimainkan dipersaingkan dgn prodak impor yg dikemas bagus dan di iklankan secara masiv maka jadilah itu barang diburu oleh kelas menengah,  petani lokal merugi. Giliran saat ini kita sudah miskin petani maka mereka pemain impor panen untung. karena rakyat suda ketergantungan dan tidak ada lagi prodak lokal yg tersedia secara memadai. Betul2 pembodohan masal.

Itu baru sisi pertanian, industri apalagi pacul, sekop arit,  baut,  linggis impor.  Zaman prakemerdekaan saja kita buat sendiri setelah merdeka malah impor. Ya inilah yg disebut modern dalam mimpi.

Itu baru secuil kekayaan agraris dan laut kita, bagaimana dengan mineral tambang???  Lebih miris lagi, kita seolah bangsa yg baru belajar sekolah. Ekspor bahan dasar mentah, tanah diekspor kadar nikel 1,7% di luar sana baru dimurnikan, waduh sama seperti tuan tanah yg belum pernah sekolah hanya taunya jual kayu satu pohon harga cocok, angkut. tdk peduli jenis dan mau jadi apa itu kayu. Karena sang tuan tanah belum bisa bikin mebel. Para pembeli tertawa dalam hati dan dibelakang kita, ya kita masi primitiv. Mengolah hasil kita saja belum bisa.

Syukurlah,  Saat ini digalakan pembangunan smelter, dilarang ekspor tanah. Bagus semoga sukses segera, biar kita tidak terus jadi bangsa penjual tanah dan air kita.

Semoga bangsa besar ini kembali besar. Sriwijaya jaya dilaut, Majapahit berbasis agraris yg sukses.  NKRI mesti lebih besar dari keduanya. syaratnya Nasionalisme yg mesti digaungkan kembali bukan hanya sekedar kata tapi ACTION!!!

AKU CINTA INDONESIA (ACI) Jawaban menghadapi Resesi Global, menuju Indonesia mandiri dan Sejahtera.

Penulis : Dr.Azhari Rektor Universitas Sembilanbelas November

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *