FOKUSKATANEWS.COM.KOLAKA-Mengenal diri dipemahaman awal itu banyak jalannya. Salah satu lorongnya adalah memahami diri dalam dua hal, waktunya diri tidak menjadi kuat dan waktunya diri yang nyata berakhir.
Keduanya semestinya harus dipersiapkan, secara sadar. Meninggalkan kesadaran akan ini, maka akan banyak ketimpangan selanjutnya pada diri yang tidak nyata, lalu sifat itu akan menjadi laku sampai berakhirnya diri yang nyata.
Memahami bahwa batas kuat diri yang nyata itu berpuncak di usia 40 tahun. Semakin kebawa semakin kuat semakin keatas semakin lemah. Persiapan hidup itu diawali dari usia dini dengan pendidikan yang menjadi tanggungjawab orang tua. Lalu beralih menjadi tanggungjawab sendiri saat seorang insan itu memasuki masa dewasa.
Masa dewasa ini berfariasi setiap orang. Kedewasaan secara umum adalah dewasa dari sisi seksual. Tetapi menjadi dewasa dari sisi seksual tidak menjadi jaminan dewasa dari sisi akal untuk bertanggungjawab. Bila dewasa dalam tanggungjawab ini minim adanya, maka kita akan menyaksikan sifat kenak kanakan pada orang yang secara umur sudah dewasa. Tapi sifat ketergantungannya pada orang tua dan keluarga begitu dominan.
Ciri mereka yang kurang dewasa dari sisi tanggungjawab ini adalah tidak bisa berpikir serius dan fokus, selain pada hal-hal remeh temeh soal memuaskan nafsu sesaat saja. Bila ada masalah dia akan mencari benarnya sendiri, menumpahkan kesalahan sebisa mungkin kepada pihak lain. Mencari perlindungan keluarga dan kawan untuk menyelesaikan persoalannya, walaupun sejatinya dia yang keliru. Tapi sifat tidak mau mengakui kesalahan karena takut memikul tanggungjawab itu sendiri adalah ciri ketidakdewasaan akal seseorang.
Pribadi yang seperti ini bilapun memperoleh banyak tinggalan keberuntungan dari orangtua, itu tidak akan maksimal digunakan, bahkan akan cenderung cepat habis, paling bagus stagnan tidak ada peningkatan usaha, karena tadi akibat sifat yang malas berpikir dan tidak berani mengambil tanggungjawab. Ciri lainnya emosi suka labil, masi suka menantang orang lain adu fisik, kasar dan tempramen. Sementara sesungguhnya diapun menyadari fisiknya sudah melemah, nafas sudah tidak bisa panjang, makanpun sudah tidak bisa lagi sesuka hati, semua sudah mulai harus dibatasi, kecuali satu hal nafsu di akal, seolah masi bisa menjangkau semua. Itu penyakit yang banyak diderita saat ini. Dewasa bahkan tua secara fisik tapi mudah secara akal dan nafsuh. Akibat tercepatnya adalah kadang kadang segera menjadi langganan dokter dan dukun.
Karenanya penting menyadari, bahwa ada batas fisik kita untuk kuat dan menikmati apa yang ada, selanjutnya mesti bersiap untuk menerima fakta bahwa kita tidak mudah lagi.
Batas diri lainnya adalah kematian:
Kematian datang tak mengenal waktu, mati mudah kadang disesali oleh yang hidup. Mati tuapun kadang disesali oleh yang hidup. Mereka yang mati muda dari bayi sampai belum berkeluarga akan disesali oleh orang tua dan keluarga karena cepatnya berpulang. Sementara yang mati tua sakit-sakitan, hidup susah dan menyusahkan anak keturunan juga kadang akan disesali oleh anak keturunan dan kerabat juga.
Apapun itu, kematian pasti datangnya. Tinggal waktu yang akan memastikannya. Permasalahannya, sesiap apa kita menghadapinya.
Seseorang yang mempersiapkan hari perpisahan abadi dengan dunia dan diri fisiknya itu, akan selalu berusaha mawas diri, menjaga diri berdasarkan keyakinannya. Berusaha mempersiapkan diri kesana, sambil tetap produktif dalam kehidupan. Produktifitas hidup tadi dimaksudkan sebagai bekal untuk menuju kesana.
Mereka yang tidak dewasa dalam memandang kematian, akan melihatnya sebagai masalah pelik. Jalan pikirannya adalah menghindari cerita dan pemikiran tentang itu. Maka mulailah selalu menipu diri dengan angan-angan. Seolah masi muda, seolah masih kuat, seolah masi bisa melakukan banyak hal. Sementara banyak orang melihatnya kasian. Pergi ketempat hiburan menghibur diri dengan anak anak seumuran anaknya, sianak pengelola hiburan dalam hati kecil kasian sama si opa opa ini, tapi mau gimana lagi namanya tamu harus dilayani, apalagi tipe ini cenderung boros kantongnya tapi lemah kemauan aslinya. Hanya katanya saja yang kuat.
Ketidak pahaman akan dua batas itu masi cenderung menjadi tontonan dikehidupan kita, hingga menjadi problem bagi diri pelakunya dan lingkungan sosial dimana yang bersangkutan ada.
Sejatinya kita mesti tahu, sudah pada saat apa hidup kita, saat kuat, melemah, atau akan bersiap untuk kembali. Dunia ini akan tetap berjalan ada atau tanpa adanya kita. Rasa kita saja yang tak terpuaskan karean tidak mau sadar dengan dua batas awal diri kita yang fisik.
Komentar